Cinta dalam Telur, Sebuah Perjalanan Panjang Menulis


Dari benak seorang penulis, lahir kisah-kisah yang menginspirasi, merubah pandangan, dan menggerakkan hati. Perjalanan saya dalam dunia literasi bukan sekadar hobi, melainkan panggilan jiwa yang tak terbendung. Sejak kecil, tepatnya di bangku Sekolah Dasar kelas dua, ketika kebanyakan teman sebaya masih berjuang dengan dasar-dasar membaca dan menulis, saya telah menemukan kegembiraan tak terhingga dalam merangkai kata.

Pelajaran Bahasa Indonesia, terutama tugas mengarang, menjadi arena di mana saya leluasa mengeksplorasi imajinasi. Di saat teman-teman lain terhenti, bingung hendak memulai dari mana, saya sudah terjun dalam aliran kata, menari bersama imajinasi yang tak pernah kering. Saya menemukan keindahan dalam realitas, menangkap esensi dari momen sehari-hari dan mengubahnya menjadi narasi yang memikat.

“Saat hujan turun, bukan hanya air yang jatuh, melainkan pula inspirasi yang berlimpah,” begitulah saya memandang dunia. Hujan bukan sekadar fenomena alam, tetapi simfoni alam yang mengundang kebahagiaan. Pengalaman sederhana seperti memancing di sungai pabrik gula, atau mengamati hamparan sawah hijau, menjadi sumber inspirasi yang tak pernah kering. Dari momen-momen ini, saya belajar bahwa keindahan bisa ditemukan di mana saja, asalkan kita membuka mata hati untuk melihatnya.

Saat mengarang bebas dengan judul “Cita-citaku”, menjadi Menteri Pertanian dalam imajinasi saya bukanlah ambisi semu, melainkan representasi dari harapan dan impian saat memandang sawah dan kali di pinggir sekolah, yang bisa ditembus dsri kaca kelas. Setiap cerita yang saya tulis, setiap kata yang saya rangkai, adalah upaya untuk membagikan visi tersebut kepada dunia. Seperti kata Ralph Waldo Emerson, “Bahasa adalah arsip dari sejarah.” Saya ingin sejarah yang saya arsipkan adalah sejarah kebaikan, keindahan, dan harapan.

Ketidakcintaan saya pada angka, ironisnya, membawa saya lebih dekat pada kata. Saya menyadari bahwa kekuatan sejati terletak pada kemampuan untuk berkomunikasi, untuk menyampaikan pesan yang dapat menyentuh jiwa. Melalui novel “Cinta di Dalam Telur”, saya menyelami kedalaman emosi manusia, mengajak pembaca berjalan di jalur spiritualitas, mencari makna hidup yang sesungguhnya. Ini bukan sekadar cerita tentang cinta, melainkan tentang perjalanan menemukan diri, dengan kekuatan cinta sebagai kompasnya.

Perjalanan spiritual dalam novel ini mengingatkan pada kata-kata Khalil Gibran, “Cinta tidak memberi selain dari dirinya sendiri dan tidak mengambil selain dari dirinya sendiri. Cinta tidak memiliki dan tidak ingin dimiliki; Karena cinta cukup bagi cinta.” Ini adalah filosofi yang membimbing tokoh Ipan dalam novel, dan juga saya dalam kehidupan nyata.

Dalam setiap tulisan, saya berusaha menyelipkan pesan, bahwa dalam diam terdapat kekuatan, dalam kesederhanaan terdapat keindahan, dan dalam cinta terdapat pembebasan. Saya mengajak Anda, pembaca saya yang terhormat, untuk melihat dunia melalui lensa yang berbeda, untuk menemukan keajaiban dalam rutinitas, dan untuk menemukan kekuatan dalam kerapuhan.

Mari kita jadikan hidup ini sebuah kanvas, di mana setiap momen adalah pilihan warna, setiap keputusan adalah goresan kuas, dan setiap hari adalah karya seni yang menunggu untuk diwujudkan. Seperti kata Vincent Van Gogh, “Saya bermimpi tentang lukisan dan kemudian saya melukis mimpi saya.” Mari kita semua berani melukis mimpi kita, dengan kata-kata, dengan perbuatan, dengan cinta.

Dalam blog ini, saya bukan hanya berbagi kisah, tetapi juga mengundang Anda untuk menjadi bagian dari narasi yang lebih besar, narasi tentang hidup yang dipenuhi dengan makna dan tujuan. Bersama-sama, kita dapat menemukan keindahan dalam keberanian untuk menghadapi dunia, kebijaksanaan dalam menerima kehidupan apa adanya, dan kekuatan dalam kelembutan hati.

Terima kasih telah menjadi bagian dari perjalanan ini. Melalui kata-kata, kita berbagi mimpi, kita berbagi harapan, dan yang paling penting, kita berbagi koneksi yang tak terputuskan dengan umat manusia dan semesta. Bersama, kita menulis cerita kita sendiri, sebuah cerita tentang mencari cinta, kebenaran, dan keindahan dalam perjalanan panjang yang kita sebut kehidupan.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*