Madrasah dan Mandela

Di sudut Kampung Kadipaten, Kabupaten Majalengka, masa kecil saya diwarnai oleh rutinitas pendidikan yang unik. Pagi hari dihabiskan di SDN 6 Kadipaten, dan sore hari saya lanjutkan di Madrasah Diniyah PUI Kadipaten. Ini adalah kisah tentang bagaimana cerita-cerita dari masa kecil itu membentuk diri saya.

Salah satu pelajaran favorit saya di madrasah adalah tentang kisah-kisah para nabi dan sahabat, serta tentang para waliyullah. Nama mata pelajarannya mungkin tarikh Islam, namun bagi saya, itu lebih dari sekedar pelajaran biasa; itu adalah jendela menuju dunia penuh inspirasi.

Ustadz Asep, guru kami di madrasah, memiliki kemampuan bercerita yang luar biasa. Gaya ceritanya yang menarik membuat kami, para murid, terpukau. Ketika beliau menceritakan tentang penderitaan dan tragedi para tokoh, air matanya pun ikut bercucuran. Dan ketika menirukan ketegasan mereka, suaranya berubah menjadi keras dan penuh semangat.

Kisah kapal Nabi Nuh, kehebatan Nabi Musa dengan tongkat saktinya, dan cerita Rasulullah Muhammad SAW membelah bulan menjadi sorotan utama. Kami, anak-anak madrasah, menanti-nanti cerita-cerita tersebut seperti menanti episode terbaru dari film Avengers. Sungguh, pelajaran ini lebih seru daripada menonton film di bioskop. Seandainya ada tiketnya, pasti kami akan rela mengantre.

Tongkat Nabi Musa yang berubah menjadi ular dan kemampuannya membelah Laut Merah selalu membuat kami tercengang. Kisah Nabi Sulaiman, yang kaya raya dan mampu berbicara dengan binatang, benar-benar menancap di alam bawah sadar kami.

Kehidupan sehari-hari kami pun terpengaruh. Kami bermimpi menjadi seperti para nabi, pahlawan sakti yang dikenal lewat cerita. Di era kami, mungkin hanya Superman yang menjadi simbol superhero. Belum ada tokoh-tokoh seperti Dr. Strange atau Thor.

Yang menarik, keinginan untuk memiliki kekuatan seperti tongkat Nabi Musa diikuti dengan keinginan untuk menjadi orang yang baik, patuh, dan berani seperti beliau. Ini berdampak pada perilaku kami di kelas; menjadi lebih rajin dan berani, meskipun efeknya mungkin hanya bertahan beberapa hari.

Menceritakan tentang orang-orang shaleh ternyata membawa manfaat besar bagi jiwa. Di beberapa pengajian, kisah-kisah ini menjadi kegiatan rutin, dan dikatakan bahwa kisah-kisah ini dapat masuk ke dalam hati dan menjadi perilaku jemaah.

Kini saya mengerti mengapa tokoh-tokoh seperti Bill Gates, Albert Einstein, Steve Jobs, Kolonel Sanders, dan lain-lain sering dijadikan contoh dalam acara motivasi dan pelatihan bisnis. Mereka adalah bukti nyata dari kata-kata Nelson Mandela: “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa Anda gunakan untuk mengubah dunia” (“Education is the most powerful weapon which you can use to change the world”). Kisah-kisah dari madrasah tidak hanya memberi kami ilmu, tapi juga inspirasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Dari pelajaran di madrasah kampung, saya belajar bahwa kekuatan terbesar kita terletak pada kemampuan untuk terinspirasi dan menginspirasi orang lain. Pendidikan tidak hanya tentang menyerap pengetahuan, tetapi juga tentang menginternalisasi nilai-nilai yang membuat kita manusia seutuhnya.

Salam dan tetap semangat belajar ..

Iwan Mulyana

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*